Kompleksnya permasalahan transportasi di Jakarta semakin membuat problem kemacetan berlarut-larut. Polda Metro Jaya mendata titik kemacetan di Ibu Kota saat ini mencapai 747 titik. Banyak penyebab kemacetan terjadi di seluruh titik itu.
Ada berbagai masalah yang terjadi, dan semuanya menjadi titik-titik kemacetan.
Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa mengatakan persoalan bottle neck, pintu pusat perbelanjaan, perempatan, hingga lampu merah menjadi faktor pendukung kemacetan. "Ada berbagai masalah yang terjadi, dan semuanya menjadi titik-titik kemacetan. Tetapi intinya, jalan-jalan di Jakarta ini sudah tidak mampu menampung," ungkap Royke, Jumat (5/8/2011), di Polda Metro Jaya.
Royke menerangkan secara umum ada empat penyebab kemacetan di Jakarta. Pertama, daya tampung jalan yang sudah tidak mencukupi. Kedua, sarana transportasi umum yang belum sebanding dengan permintaan perjalanan setiap harinya. Ketiga, adanya hambatan samping mulai dari pintu masuk pusat perbelanjaan dan parkir liar. Terakhir adalah lemahnya disiplin para pengguna jalan dalam berlalu lintas.
"Ada juga persoalan yang lebih khusus kenapa suatu jalan bisa menimbulkan kemacetan," kata Royke.
Ia mencontohkan seperti di traffic light RS Fatmawati, Jaksel. Penyebab kemacetan di sana karena durasi lampu merah yang tidak sesuai dengan volume kendaraan yang melintas. "Semua dibuat manual, padahal lebih banyak volume kendaraan yang dari arah Pasar Rebo. Kalau di luar negeri, lampu merah itu sudah otomatis mendeteksi ruas mana yang sedang padat," ujar Royke.
Untuk mengatasi kemacetan dengan cepat, Royke menuturkan pihaknya sudah menempatkan petugas lalu lintas. Namun, ia mengakui tidak seluruh titik kemacetan bisa diawasi petugas lantaran keterbatasan personel. Dari 747 titik kemacetan di Jakarta, hanya 407 titik yang ditempati polisi lalu lintas.
"Upaya jangka pendek lain yang dilakukan polisi adalah dengan melakukan rekayasa lalu lintas seperti di Semanggi," imbuhnya.
Sedangkan upaya menangani kemacetan dalam jangka panjang adalah dengan menerapkan sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di Jalan MH Thamrin dan Jalan Jenderal Sudirman. Hingga kini, peraturan pemerintah terkait retribusi ERP masih digodok Kementerian Keuangan.
Polda Metro Jaya sendiri mencatat jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta saat ini ada 11.362.396 unit yang terdiri dari roda dua sebanyak 8.244.346 unit dan roda empat sebanyak 3.118.050 unit. Dari jumlah ini, 98 persen adalah kendaraan pribadi sisanya sebanyak 859.692 unit atau 2 persennya angkutan umum yang mengangkut 66 persen total penduduk Jakarta.
Kondisi ini diperparah dengan tidak sinkronnya pertumbuhan jalan dan kendaraan. Panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 km dan luas jalan 40,1 km atau 0,26 persen dari luas wilayah DKI. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 persen per tahun. Belum lagi tingginya angka perjalanan di Jakarta yang mencapai 21 juta perharinya.
"Kalau dilihat dari data ini, tidak sepadan angkutan umum yang ada dengan jumlah perjalanan. Ini juga yang menjadikan penyebab lahirnya kendaraan pribadi tiap harinya," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar